1. Pengertian Sel Pembakaran
Fuel Cell atau sel pembakaran adalah sebuah perangkat elektrokimia yang
mengubah energi kimia ke energi listrik secara kontinyu. Pada sebuah baterai
biasa, energi kimia yang diubah oleh sebuah sel adalah tetap. Jika bahan bakar
(fuel) dan oksidan di baterai telah habis, maka baterai tersebut harus diganti atau
diisi ulang (recharge). Perbedaan mendasar sebuah sel bahan bakar dengan baterai
biasa ditentukan dengan supply bahan bakar (oksidan) ke dalam sel. Pada sel
bahan bakar, energi dipasok terus menerus. Hal ini sama dengan sebuah mesin
yang memerlukan bahan bakar untuk mengubah dari energi kimia menjadi energi
mekanik. Sedangkan pada sel bahan bakar, energi yang dihasilkan langsung
menjadi energi listrik. (Wahyu Hidayat, 2007).
Batere dan sel pembakaran (fuel cell) adalah sistem dimana energi kimia
yang disimpan dalam sistem diubah menjadi energi listrik secara langsung.
Karena pada sistem ini perubahan energi tidak melewati energi panas, dan tidak
dibatasi dengan efisiensi siklus mesin kalor serta dapat balik secara eksternal.
2. Prinsip Kerja Sel Pembakaran
Pada prinsipnya, sel pembakaran berlandaskan reaksi kimia sebagai
berikut :
Bahan bakar + O2 Oksida + energi listrik
2
Elemen inti dari sebuah sel pembakaran adalah bahan bakar, oksida,
elektrolit, dan dua buah elektroda. Skema sel pembakaran seperti yang terlihat
pada gambar berikut.
Reaksi kimia yang terjadi pada fuel cell :
Anoda : 2H2 ¾¾® 4H+ + 4e-
Katoda : 4e- + 4H+ + O2 ¾¾® 2H2O
Sebuah sel bahan bakar bekerja dengan prinsip sebagai berikut. Dua buah
elektrode karbon yang tercelup dalam larutan elektrolit (dalam hal ini asam) dan
dipisahkan dengan sebuah pemisah gas. Bahan bakar, dalam hal ini hidrogen,
digelembungkan melewati permukaan satu elektrode melewati elektrode lainnya.
Ketika kedua elektrode dihubungkan dengan beban luar, beberapa hal akan terjadi
terjadi yaitu :
a. Hidrogen menempel pada permukaan katalitik elektrode, membentuk ionion
hidrogen dan elektron-elektron.
b. Ion-ion hidrogen (H+) bermigrasi melewati elektrolit dan pemisah gas ke
permukaan katalitik elektrode oksigen.
c. Secara simultan, elektron-elektron bergerak melewati lintasan luar (external
circuit) pada permukaan katalitik yang sama.
d. Oksigen, ion-ion hidrogen, dan elektron bersatu pada permukaan elektrode
membentuk air(H2O).
Bagian terpenting pada fuel cell adalah 2 lapis elektroda dan elektrolit.
Elektrolit disini adalah zat yang akan membiarkan ion lewat, namun tidak halnya
dengan elektron.
Pada anoda, H2 dialirkan, kemudian platina (Pt) yang terkandung pada
pada anoda akan bekerja sebagai katalis, yang kemudian akan “mengambil”
elektron dari atom hidrogen. Kemudian, ion H+ yang terbentuk akan melewati
elektrolit, sedangkan elektron tetap tertinggal di anoda. Pada katoda, oksigen
dialirkan. Kemudian, ion H+ yang melewati elektrolit akan berikatan dengan
oksigen menghasilkan air dengan bantuan platina yang terkandung pada katoda
sebagai katalis. Reaksi ini akan berlangsung jika ada elektron. Pada anoda,
elektron tertinggal, sedangkan pada katoda membutuhkan elektron. Sehingga, jika
anoda dan katoda dihubungkan maka elektron akan mengalir. Hal ini lah yang
menjadi prinsip dasar dari fuel cell.
Bahan pembakar yang lebih reaktif adalah yang dapat digunakan atau
dapat dioksidasi pada suhu yang lebih rendah. Hidrogen atau bahan pembakar
yang menghasilkan hidrogen secara langsung dapat dioksidasi pada suhu rendah.
Bahan pembakar elektrolit dapat menggunakan minyak alam. Keuntungannya
adalah harganya murah, tetapi minyak alam hanya dapat dioksidasi pada suhu
yang tinggi.
Pemilihan macam bahan pembakaran tergantung pada keseimbangan
antara kemudahan reaksi dan biaya keseluruhan pada proses produksi listrik.
Elektrolit cair yan lazim digunakan adalah larutan alkalin (KOH).
Sedangkan bahan elektrolit lumer antara lain : Li2CO3, Na2CO3, K2CO3 dan
CaCO3.
Bahan-bahan elektrolit padat antara lain : ZrO2 dengan tambahan CaO atau
Y2O3. Elektroda harus dipilih dengan kriteria : mempunyai konduktivitas yang
tinggi. Hal ini diharapkan agar pergerakan ion setinggi mungkin, seimbang
dengan aliran elektron pada reaksi secara keseluruhan.
Jika sifat katalis dari elektroda tidak efisien, maka perlu menggunakan
bahan lain utnuk katalisator yang bertujuan mengaktifkan permukaan elektroda.
Pemilihan bahan lain tersebut tergantung dari bahan pembakar pada anoda dan
oksida pada katoda. (Muhaimin, 1993).
Satu unit sel bahan bakar yang terdiri atas 2 lembar Elektroda, Pt dan
elektrolit disebut sel tunggal. Tegangan yang diperoleh dari 1 buah sel tunggal ini
berkisar 1 volt, sama dengan sel kering. Untuk mampu menghasilkan tegangan
yang lebih tinggi (yang dinginkan), maka sel tersebut bisa disusun secara seri /
paralel. Kumpulan dari banyak sel tunggal ini disebut stack. Untuk membuat
stack, selain dibutuhkan single sel tunggal, juga diperlukan sel seperator.
Agar bisa digunakan pada telepon seluler, diperlukan beberapa single cell.
Sedangkan untuk penggunaan rumah tangga diperlukan 20 lebih dan untuk mobil
diperlukan 200 lebih single cell. Sehingga elektroda Pt, elektrolit, dan sel
separator yang dibutuhkan ikut meningkat.
3. Jenis-Jenis Sel Pembakaran
Berdasarkan atas perbedaan elektrolit yang digunakan, fuel cell dapat
dibagi menjadi 4 tipe. Keempat tipe tersebut, suhu dan skala energi yang
dihasilkan pun berbeda.
Empat tipe tersebut bisa dipisah menjadi 2, yaitu yang bekerja pada suhu
tinggi (dua tipe) dan pada suhu rendah (2 tipe), antara lain :
a. Tipe pada suhu tinggi adalah MCFC (Molten Carbonate Fuel Cell) dan
SOFC (Solid Oxide Fuel Cell). Kedua tipe ini berkerja pada suhu 500-
1000°C. Pada suhu tinggi, reaksi bisa berlangsung cepat, sehingga tidak
diperlukan katalis (Pt). Namun, pada suhu tinggi diperlukan bahan yang
mempunyai durabilitas bagus dan tahan terhadap korosi. MCFC bekerja
pada suhu 650°C, dan elektrolit yang digunakan adalah garam karbonat
(Li2CO3, K2CO3) dalam bentuk larutan. Sedangkan SOFC bekerja pada
suhu 1000°C, dengan keramik padat (misal, ZrO2) sebagai elektrolitnya.
MCFC dan SOFC sendiri hingga saat ini masih tahap lab, dan belum
dikomersilkan. Diharapkan di masa depan bisa diterapkan dalan skala
besar. Dan apabila teknologi dimana suhu kerja bisa diturunkan
berkembang, kemungkin kedua fuel cell tipe ini bisa diterapkan dalam
skala rumah tangga.
b. Sedangkan untuk tipe suhu rendah adalah PAFC (Phosphoric acid Fuel
Cell) dan PEFC (Proton Exchange Membrane Fuel Cell). Pada kedua tipe
ini, berkerja pada suhu dibawah 200°C. Keunggulan pada tipe ini adalah
waktu untuk mengaktifkannya cukup cepat dan bisa diterapkan dalam
skala kecil. Namun, karena memerlukan Pt, yang harganya cukup mahal,
sebagai elektroda, maka biayanya pun menjadi mahal. PAFC bekerja pada
suhu 200°C, dan asam fosfat (H3PO4) sebagai elektrolitnya. Ditemukan
pada tahun 1967, dan sejak tahun 1980-an, khususnya di Jepang dan
Amerika, mulai dipergunakan pada hotel, rumah sakit, dan tempat lainnya.
Diantara 4 tipe fuel cell, tipe inilah yang paling cepat untuk
dikomersialkan. PEFC bekerja pada suhu dibawah 100°C, membran
polimer sebagai elektrolitnya. Karena menggunakan lapisan tipis membran
6
polimer, ukuran secara kesulurahan sangatlah kecil. Dewasa ini,
penggunaan fuel cell tipe ini sudah cukup luas digunakan, mulai dari mobil
hingga telepon seluler.
Jenis fuel cell ditentukan oleh material yang digunakan sebagai elektrolit
yang mampu menghantar proton. Pada saat ini ada beberapa jenis fuel cell, yaitu:
a. Alkaline Fuel Cell (AFC)
b. Phosphoric Acid Fuel Cell (PAFC)
c. Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)
d. Proton Exchange Membrane, juga disebut dengan Proton Electrolyt
Membrane (PEM)
e. Direct Methanol Fuel Cells (DMFC)
f. Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC)
g. Biofuel Cell
h. Microbial Fuel Cell
4. Kelebihan dan Kelemahan Sel Pembakaran
Kelebihan Sel Pembakaran
1 Tidak Mengeluarkan Emisi Berbahaya (Zero Emission)
Sebuah sistem fuel cell hanya akan mengeluarkan uap air apabila memakai
hidrogen murni. Tetapi, ketika memakai hidrogen hasil dari reforming
hidrokarbon / fosil (misalnya batu bara dan gas alam), maka harus dilakukan uji
emisi untuk menentukan apakah sistem tersebut masih dapat dikategorikan zero
emission. Menurut standar yang dikeluarkan United Technologies Corporation
(UTC) pada tahun 2002, maka sebuah sistem fuel cell dapat dikategorikan zero
emission ketika mengeluarkan emisi pencemar udara yang sangat rendah, dengan
kriteria NOx ≤ 1 ppm, SO2 ≤ 1 ppm, CO2 ≤ 2 ppm.
2 Efisiensi yang Tinggi (High Efficiency)
Oleh sebab fuel cell tidak menggunakan proses pembakaran dalam
konversi energi, maka efisiensinya tidak dibatasi oleh batas maksimum temperatur
operasional (tidak dibatasi oleh efisiensi siklus Carnot). Hasilnya, efisiensi
konversi energi pada fuel cell melalui reaksi elektrokimia lebih tinggi
dibandingkan efisiensi konversi energi pada mesin kalor (konvensional) yang
melalui reaksi pembakaran.
3 Cepat Mengikuti Perubahan Pembebanan (Rapid Load Following)
Fuel cell memperlihatkan karakteristik yang baik dalam mengikuti
perubahan beban. Sistem Fuel cell yang menggunakan hidrogen murni dan
digunakan pada sebagian besar peralatan mekanik (misalnya motor listrik)
memiliki kemampuan untuk merespon perubahan pembebanan dengan cepat.
4 Temperatur Operasional Rendah
Sistem fuel cell sangat baik diaplikasikan pada industri otomotif yang
beroperasi pada temperatur rendah. Keuntungannya adalah fuel cell hanya
memerlukan sedikit waktu pemanasan (warmup time), resiko operasional pada
temperatur tinggi dikurangi, dan efisiensi termodinamik dari reaksi elektrokimia
lebih baik
5 Reduksi Transformasi Energi
Ketika fuel cell digunakan untuk menghasilkan energi listrik, maka fuel
cell hanya membutuhkan sedikit transformasi energi, yaitu dari energi kimia
menjadi energi listrik. Bandingkan dengan mesin kalor yang harus mengubah
energi kimia menjadi energi panas kemudian menjadi energi mekanik yang akan
memutar generator untuk menghasilkan energi listrik. Fuel cell yang diaplikasikan
untuk menggerakkan motor listrik memiliki jumlah transformasi energi yang sama
dengan mesin kalor, tetapi transformasi energi pada fuel cell memiliki efisiensi
yang lebih tinggi.
2 Kelemahan Sel Pembakaran
1 Hidrogen yang Sulit Diproduksi
Hidrogen sulit untuk diproduksi dan disimpan. Saat ini proses produksi
hidrogen masih sangat mahal dan membutuhkan input energi yang besar, artinya
efisiensi produksi hidrogen masih rendah. Untuk mengatasi kesulitan ini, banyak
20
negara menggunakan teknologi reforming hidrokarbon / fosil untuk memperoleh
hidrogen. Tetapi, cara ini hanya digunakan dalam masa transisi untuk menuju
produksi hidrogen dari air yang efisien.
2 Sensitif pada Kontaminasi Zat Asing
Sel bahan bakar membutuhkan hidrogen murni, bebas dari kontaminasi zat
asing. Zat asing yang meliputi sulfur dan campuran senyawa karbon dapat
menonaktifkan katalisator dalam sel pembakaran dan secara efektif akan
menghancurkannya. Pada mesin kalor, pembakaran dalam (internal combustion
engine), masuknya zat asing tersebut tidak menghalangi konversi energi melalui
proses pembakaran.
3 Harga Katalisator Platinum yang Mahal
Sel pembakaran yang diaplikasikan pada industri otomotif memerlukan
katalisator yang berupa Platinum untuk membantu reaksi pembangkitan listrik.
Platinum adalah logam yang jarang ditemui dan sangat mahal. Berdasarkan survei
geologis ahli USA, total cadangan logam platinum di dunia hanya sekitar 100 juta
kg (Bruce Tonn and Das Sujit, 2001). Dan pada saat ini, diperkirakan teknologi
sel bahan bakar berkapasitas 50 kW memerlukan 100 gram platinum sebagai
katalisator (DEO, 2000). Misalkan penerapan teknologi sel bahan bakar berjalan
baik (meliputi penghematan pemakaian platinum pada sel bahan bakar,
pertumbuhan pasar sel bahan bakar rendah, dan permintaan platinum rendah)
maka sebelum tahun 2030 diperkirakan sudah tidak ada lagi logam platinum
(Anna Monis Shipley and R. Neal Elliott, 2004). Untuk itulah diperlukan
penelitian untuk menemukan jenis katalisator alternatif yang memiliki
kemampuan mirip katalisator dari platinum.
4 Pembekuan
Selama beroperasi, sistem sel bahan bakar menghasilkan panas yang dapat
berguna untuk mencegah pembekuan pada temperatur normal lingkungan. Tetapi,
jika temperatur lingkungan terlampau sangat dingin (-10 s.d. -20°C), maka air
21
murni yang dihasilkan akan membeku di dalam sel bahan baker dan kondisi ini
akan dapat merusak membran sel bahan bakar (David Keenan, 10/01/2004).
Untuk itu harus didesain sebuah sistem yang dapat menjaga sel bahan bakar tetap
berada dalam kondisi temperatur operasi normal.
5 Memerlukan Teknologi Tinggi dan Baru
Perlu dikembangkan beberapa material alternatif dan metode konstruksi
yang baru sehingga dapat mereduksi biaya pembuatan sistem fuel cell. Diharapkan
dimasa depan dapat dihasilkan sebuah sistem fuel cell yang lebih kompetitif
dibandingkan mesin bakar / otomotif konvensional dan sistem pembangkit listrik
konvensional. Teknologi baru tersebut akan mampu menghasilkan reduksi biaya,
reduksi berat dan ukuran, sejalan dengan meningkatnya kehandalan dan umur
operasi (lifetime) sistem fuel cell.
Penggunaan sistem fuel cell dalam industri otomotif minimal harus
memiliki umur operasi 4.000 jam (ekivalen 100.000 mil pada kecepatan 25 mil
per jam) dan dalam industri pembangkit listrik minimal harus memiliki umur
operasi 40.000 jam (Matthew M. Mench, 24/05/2001).
6 Ketiadaan Infrastruktur
Infrastruktur produksi hidrogen yang efektif belum tersedia. Tersedianya
teknologi manufaktur dan produksi massal yang handal merupakan kunci penting
usaha komersialisasi sistem fuel cell. (Thomas, 2008).
5 Pemanfaatan Sel Pembakaran Saat Ini dan Masa Datang
Secara umum, pemanfaatan sel bahan bakar antara lain :
a. Sebagai pembangkit tenaga listrik.
b. Dikembangkan sebagai batere pada handphone, laptop, MP3 player,
kamera digital dan perangkat portabel lainnya.
c. Pemakaian fuel cell pada rumah tangga untuk pembangkit tenaga listrik.
d. Digunakan sebagai sumber energi listrik pada mobil.
e. Digunakan pada alat transportasi massal, seperti pada bis dan kereta api.
22
Penerapan fuel cell untuk skala rumah tangga sudah mulai diterapkan sejak
tahun 2005 yang lalu. Di Jepang sendiri sudah terpasang sekitar 600 fuel cell skala
rumah tangga. Dengan adanya pemakaian fuel cell pada rumah tangga, maka
sudah tidak diperlukannya lagi kabel pengalir listrik (dari pembangkit listrik ke
rumah), sehingga loss dayanya menjadi nol. Selain itu, bila panas yang dihasilkan
bisa dimanfaatkan lagi, salah satunya untuk memanaskan air. Dengan koordinasi
seperti ini, maka tingkat efisiensi pemanfaatan energi fuel cell bisa mencapai 80%.
Jenis fuel cell yang banyak digunakan pada perangkat elektronik mobile
adalah DMFC (Direct Methanol Fuel Cell). DMFC merupakan salah satu jenis
PMFC, dengan methanol sebagai bahan bakarnya. Keunggulan dari DMFC ini,
terletak pada methanol. Berbeda dengan hidrogen, yang sangat sulit untuk dibawa
kemana-mana, methanol dapat disimpan dalam botol plastik sehingga dapat
dibawa ketika bepergian. Namun, ada sisi negatif dari methanol, yaitu merupakan
zat yang berbahaya. Sehingga penggunaan methanol diperlukan kehati-hatian
tinggi. Mengingat methanol cukup berbahaya bagi manusia, maka saat ini sedang
dicari alternatif lainnya seperti ethanol atau NaBH4 (yang dikembangkan oleh
Millennium Cell Corp). (Thomas, 2008).
Readmore »
Fuel Cell atau sel pembakaran adalah sebuah perangkat elektrokimia yang
mengubah energi kimia ke energi listrik secara kontinyu. Pada sebuah baterai
biasa, energi kimia yang diubah oleh sebuah sel adalah tetap. Jika bahan bakar
(fuel) dan oksidan di baterai telah habis, maka baterai tersebut harus diganti atau
diisi ulang (recharge). Perbedaan mendasar sebuah sel bahan bakar dengan baterai
biasa ditentukan dengan supply bahan bakar (oksidan) ke dalam sel. Pada sel
bahan bakar, energi dipasok terus menerus. Hal ini sama dengan sebuah mesin
yang memerlukan bahan bakar untuk mengubah dari energi kimia menjadi energi
mekanik. Sedangkan pada sel bahan bakar, energi yang dihasilkan langsung
menjadi energi listrik. (Wahyu Hidayat, 2007).
Batere dan sel pembakaran (fuel cell) adalah sistem dimana energi kimia
yang disimpan dalam sistem diubah menjadi energi listrik secara langsung.
Karena pada sistem ini perubahan energi tidak melewati energi panas, dan tidak
dibatasi dengan efisiensi siklus mesin kalor serta dapat balik secara eksternal.
2. Prinsip Kerja Sel Pembakaran
Pada prinsipnya, sel pembakaran berlandaskan reaksi kimia sebagai
berikut :
Bahan bakar + O2 Oksida + energi listrik
2
Elemen inti dari sebuah sel pembakaran adalah bahan bakar, oksida,
elektrolit, dan dua buah elektroda. Skema sel pembakaran seperti yang terlihat
pada gambar berikut.
Reaksi kimia yang terjadi pada fuel cell :
Anoda : 2H2 ¾¾® 4H+ + 4e-
Katoda : 4e- + 4H+ + O2 ¾¾® 2H2O
Sebuah sel bahan bakar bekerja dengan prinsip sebagai berikut. Dua buah
elektrode karbon yang tercelup dalam larutan elektrolit (dalam hal ini asam) dan
dipisahkan dengan sebuah pemisah gas. Bahan bakar, dalam hal ini hidrogen,
digelembungkan melewati permukaan satu elektrode melewati elektrode lainnya.
Ketika kedua elektrode dihubungkan dengan beban luar, beberapa hal akan terjadi
terjadi yaitu :
a. Hidrogen menempel pada permukaan katalitik elektrode, membentuk ionion
hidrogen dan elektron-elektron.
b. Ion-ion hidrogen (H+) bermigrasi melewati elektrolit dan pemisah gas ke
permukaan katalitik elektrode oksigen.
c. Secara simultan, elektron-elektron bergerak melewati lintasan luar (external
circuit) pada permukaan katalitik yang sama.
d. Oksigen, ion-ion hidrogen, dan elektron bersatu pada permukaan elektrode
membentuk air(H2O).
Bagian terpenting pada fuel cell adalah 2 lapis elektroda dan elektrolit.
Elektrolit disini adalah zat yang akan membiarkan ion lewat, namun tidak halnya
dengan elektron.
Pada anoda, H2 dialirkan, kemudian platina (Pt) yang terkandung pada
pada anoda akan bekerja sebagai katalis, yang kemudian akan “mengambil”
elektron dari atom hidrogen. Kemudian, ion H+ yang terbentuk akan melewati
elektrolit, sedangkan elektron tetap tertinggal di anoda. Pada katoda, oksigen
dialirkan. Kemudian, ion H+ yang melewati elektrolit akan berikatan dengan
oksigen menghasilkan air dengan bantuan platina yang terkandung pada katoda
sebagai katalis. Reaksi ini akan berlangsung jika ada elektron. Pada anoda,
elektron tertinggal, sedangkan pada katoda membutuhkan elektron. Sehingga, jika
anoda dan katoda dihubungkan maka elektron akan mengalir. Hal ini lah yang
menjadi prinsip dasar dari fuel cell.
Bahan pembakar yang lebih reaktif adalah yang dapat digunakan atau
dapat dioksidasi pada suhu yang lebih rendah. Hidrogen atau bahan pembakar
yang menghasilkan hidrogen secara langsung dapat dioksidasi pada suhu rendah.
Bahan pembakar elektrolit dapat menggunakan minyak alam. Keuntungannya
adalah harganya murah, tetapi minyak alam hanya dapat dioksidasi pada suhu
yang tinggi.
Pemilihan macam bahan pembakaran tergantung pada keseimbangan
antara kemudahan reaksi dan biaya keseluruhan pada proses produksi listrik.
Elektrolit cair yan lazim digunakan adalah larutan alkalin (KOH).
Sedangkan bahan elektrolit lumer antara lain : Li2CO3, Na2CO3, K2CO3 dan
CaCO3.
Bahan-bahan elektrolit padat antara lain : ZrO2 dengan tambahan CaO atau
Y2O3. Elektroda harus dipilih dengan kriteria : mempunyai konduktivitas yang
tinggi. Hal ini diharapkan agar pergerakan ion setinggi mungkin, seimbang
dengan aliran elektron pada reaksi secara keseluruhan.
Jika sifat katalis dari elektroda tidak efisien, maka perlu menggunakan
bahan lain utnuk katalisator yang bertujuan mengaktifkan permukaan elektroda.
Pemilihan bahan lain tersebut tergantung dari bahan pembakar pada anoda dan
oksida pada katoda. (Muhaimin, 1993).
Satu unit sel bahan bakar yang terdiri atas 2 lembar Elektroda, Pt dan
elektrolit disebut sel tunggal. Tegangan yang diperoleh dari 1 buah sel tunggal ini
berkisar 1 volt, sama dengan sel kering. Untuk mampu menghasilkan tegangan
yang lebih tinggi (yang dinginkan), maka sel tersebut bisa disusun secara seri /
paralel. Kumpulan dari banyak sel tunggal ini disebut stack. Untuk membuat
stack, selain dibutuhkan single sel tunggal, juga diperlukan sel seperator.
Agar bisa digunakan pada telepon seluler, diperlukan beberapa single cell.
Sedangkan untuk penggunaan rumah tangga diperlukan 20 lebih dan untuk mobil
diperlukan 200 lebih single cell. Sehingga elektroda Pt, elektrolit, dan sel
separator yang dibutuhkan ikut meningkat.
3. Jenis-Jenis Sel Pembakaran
Berdasarkan atas perbedaan elektrolit yang digunakan, fuel cell dapat
dibagi menjadi 4 tipe. Keempat tipe tersebut, suhu dan skala energi yang
dihasilkan pun berbeda.
Empat tipe tersebut bisa dipisah menjadi 2, yaitu yang bekerja pada suhu
tinggi (dua tipe) dan pada suhu rendah (2 tipe), antara lain :
a. Tipe pada suhu tinggi adalah MCFC (Molten Carbonate Fuel Cell) dan
SOFC (Solid Oxide Fuel Cell). Kedua tipe ini berkerja pada suhu 500-
1000°C. Pada suhu tinggi, reaksi bisa berlangsung cepat, sehingga tidak
diperlukan katalis (Pt). Namun, pada suhu tinggi diperlukan bahan yang
mempunyai durabilitas bagus dan tahan terhadap korosi. MCFC bekerja
pada suhu 650°C, dan elektrolit yang digunakan adalah garam karbonat
(Li2CO3, K2CO3) dalam bentuk larutan. Sedangkan SOFC bekerja pada
suhu 1000°C, dengan keramik padat (misal, ZrO2) sebagai elektrolitnya.
MCFC dan SOFC sendiri hingga saat ini masih tahap lab, dan belum
dikomersilkan. Diharapkan di masa depan bisa diterapkan dalan skala
besar. Dan apabila teknologi dimana suhu kerja bisa diturunkan
berkembang, kemungkin kedua fuel cell tipe ini bisa diterapkan dalam
skala rumah tangga.
b. Sedangkan untuk tipe suhu rendah adalah PAFC (Phosphoric acid Fuel
Cell) dan PEFC (Proton Exchange Membrane Fuel Cell). Pada kedua tipe
ini, berkerja pada suhu dibawah 200°C. Keunggulan pada tipe ini adalah
waktu untuk mengaktifkannya cukup cepat dan bisa diterapkan dalam
skala kecil. Namun, karena memerlukan Pt, yang harganya cukup mahal,
sebagai elektroda, maka biayanya pun menjadi mahal. PAFC bekerja pada
suhu 200°C, dan asam fosfat (H3PO4) sebagai elektrolitnya. Ditemukan
pada tahun 1967, dan sejak tahun 1980-an, khususnya di Jepang dan
Amerika, mulai dipergunakan pada hotel, rumah sakit, dan tempat lainnya.
Diantara 4 tipe fuel cell, tipe inilah yang paling cepat untuk
dikomersialkan. PEFC bekerja pada suhu dibawah 100°C, membran
polimer sebagai elektrolitnya. Karena menggunakan lapisan tipis membran
6
polimer, ukuran secara kesulurahan sangatlah kecil. Dewasa ini,
penggunaan fuel cell tipe ini sudah cukup luas digunakan, mulai dari mobil
hingga telepon seluler.
Jenis fuel cell ditentukan oleh material yang digunakan sebagai elektrolit
yang mampu menghantar proton. Pada saat ini ada beberapa jenis fuel cell, yaitu:
a. Alkaline Fuel Cell (AFC)
b. Phosphoric Acid Fuel Cell (PAFC)
c. Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)
d. Proton Exchange Membrane, juga disebut dengan Proton Electrolyt
Membrane (PEM)
e. Direct Methanol Fuel Cells (DMFC)
f. Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC)
g. Biofuel Cell
h. Microbial Fuel Cell
4. Kelebihan dan Kelemahan Sel Pembakaran
Kelebihan Sel Pembakaran
1 Tidak Mengeluarkan Emisi Berbahaya (Zero Emission)
Sebuah sistem fuel cell hanya akan mengeluarkan uap air apabila memakai
hidrogen murni. Tetapi, ketika memakai hidrogen hasil dari reforming
hidrokarbon / fosil (misalnya batu bara dan gas alam), maka harus dilakukan uji
emisi untuk menentukan apakah sistem tersebut masih dapat dikategorikan zero
emission. Menurut standar yang dikeluarkan United Technologies Corporation
(UTC) pada tahun 2002, maka sebuah sistem fuel cell dapat dikategorikan zero
emission ketika mengeluarkan emisi pencemar udara yang sangat rendah, dengan
kriteria NOx ≤ 1 ppm, SO2 ≤ 1 ppm, CO2 ≤ 2 ppm.
2 Efisiensi yang Tinggi (High Efficiency)
Oleh sebab fuel cell tidak menggunakan proses pembakaran dalam
konversi energi, maka efisiensinya tidak dibatasi oleh batas maksimum temperatur
operasional (tidak dibatasi oleh efisiensi siklus Carnot). Hasilnya, efisiensi
konversi energi pada fuel cell melalui reaksi elektrokimia lebih tinggi
dibandingkan efisiensi konversi energi pada mesin kalor (konvensional) yang
melalui reaksi pembakaran.
3 Cepat Mengikuti Perubahan Pembebanan (Rapid Load Following)
Fuel cell memperlihatkan karakteristik yang baik dalam mengikuti
perubahan beban. Sistem Fuel cell yang menggunakan hidrogen murni dan
digunakan pada sebagian besar peralatan mekanik (misalnya motor listrik)
memiliki kemampuan untuk merespon perubahan pembebanan dengan cepat.
4 Temperatur Operasional Rendah
Sistem fuel cell sangat baik diaplikasikan pada industri otomotif yang
beroperasi pada temperatur rendah. Keuntungannya adalah fuel cell hanya
memerlukan sedikit waktu pemanasan (warmup time), resiko operasional pada
temperatur tinggi dikurangi, dan efisiensi termodinamik dari reaksi elektrokimia
lebih baik
5 Reduksi Transformasi Energi
Ketika fuel cell digunakan untuk menghasilkan energi listrik, maka fuel
cell hanya membutuhkan sedikit transformasi energi, yaitu dari energi kimia
menjadi energi listrik. Bandingkan dengan mesin kalor yang harus mengubah
energi kimia menjadi energi panas kemudian menjadi energi mekanik yang akan
memutar generator untuk menghasilkan energi listrik. Fuel cell yang diaplikasikan
untuk menggerakkan motor listrik memiliki jumlah transformasi energi yang sama
dengan mesin kalor, tetapi transformasi energi pada fuel cell memiliki efisiensi
yang lebih tinggi.
2 Kelemahan Sel Pembakaran
1 Hidrogen yang Sulit Diproduksi
Hidrogen sulit untuk diproduksi dan disimpan. Saat ini proses produksi
hidrogen masih sangat mahal dan membutuhkan input energi yang besar, artinya
efisiensi produksi hidrogen masih rendah. Untuk mengatasi kesulitan ini, banyak
20
negara menggunakan teknologi reforming hidrokarbon / fosil untuk memperoleh
hidrogen. Tetapi, cara ini hanya digunakan dalam masa transisi untuk menuju
produksi hidrogen dari air yang efisien.
2 Sensitif pada Kontaminasi Zat Asing
Sel bahan bakar membutuhkan hidrogen murni, bebas dari kontaminasi zat
asing. Zat asing yang meliputi sulfur dan campuran senyawa karbon dapat
menonaktifkan katalisator dalam sel pembakaran dan secara efektif akan
menghancurkannya. Pada mesin kalor, pembakaran dalam (internal combustion
engine), masuknya zat asing tersebut tidak menghalangi konversi energi melalui
proses pembakaran.
3 Harga Katalisator Platinum yang Mahal
Sel pembakaran yang diaplikasikan pada industri otomotif memerlukan
katalisator yang berupa Platinum untuk membantu reaksi pembangkitan listrik.
Platinum adalah logam yang jarang ditemui dan sangat mahal. Berdasarkan survei
geologis ahli USA, total cadangan logam platinum di dunia hanya sekitar 100 juta
kg (Bruce Tonn and Das Sujit, 2001). Dan pada saat ini, diperkirakan teknologi
sel bahan bakar berkapasitas 50 kW memerlukan 100 gram platinum sebagai
katalisator (DEO, 2000). Misalkan penerapan teknologi sel bahan bakar berjalan
baik (meliputi penghematan pemakaian platinum pada sel bahan bakar,
pertumbuhan pasar sel bahan bakar rendah, dan permintaan platinum rendah)
maka sebelum tahun 2030 diperkirakan sudah tidak ada lagi logam platinum
(Anna Monis Shipley and R. Neal Elliott, 2004). Untuk itulah diperlukan
penelitian untuk menemukan jenis katalisator alternatif yang memiliki
kemampuan mirip katalisator dari platinum.
4 Pembekuan
Selama beroperasi, sistem sel bahan bakar menghasilkan panas yang dapat
berguna untuk mencegah pembekuan pada temperatur normal lingkungan. Tetapi,
jika temperatur lingkungan terlampau sangat dingin (-10 s.d. -20°C), maka air
21
murni yang dihasilkan akan membeku di dalam sel bahan baker dan kondisi ini
akan dapat merusak membran sel bahan bakar (David Keenan, 10/01/2004).
Untuk itu harus didesain sebuah sistem yang dapat menjaga sel bahan bakar tetap
berada dalam kondisi temperatur operasi normal.
5 Memerlukan Teknologi Tinggi dan Baru
Perlu dikembangkan beberapa material alternatif dan metode konstruksi
yang baru sehingga dapat mereduksi biaya pembuatan sistem fuel cell. Diharapkan
dimasa depan dapat dihasilkan sebuah sistem fuel cell yang lebih kompetitif
dibandingkan mesin bakar / otomotif konvensional dan sistem pembangkit listrik
konvensional. Teknologi baru tersebut akan mampu menghasilkan reduksi biaya,
reduksi berat dan ukuran, sejalan dengan meningkatnya kehandalan dan umur
operasi (lifetime) sistem fuel cell.
Penggunaan sistem fuel cell dalam industri otomotif minimal harus
memiliki umur operasi 4.000 jam (ekivalen 100.000 mil pada kecepatan 25 mil
per jam) dan dalam industri pembangkit listrik minimal harus memiliki umur
operasi 40.000 jam (Matthew M. Mench, 24/05/2001).
6 Ketiadaan Infrastruktur
Infrastruktur produksi hidrogen yang efektif belum tersedia. Tersedianya
teknologi manufaktur dan produksi massal yang handal merupakan kunci penting
usaha komersialisasi sistem fuel cell. (Thomas, 2008).
5 Pemanfaatan Sel Pembakaran Saat Ini dan Masa Datang
Secara umum, pemanfaatan sel bahan bakar antara lain :
a. Sebagai pembangkit tenaga listrik.
b. Dikembangkan sebagai batere pada handphone, laptop, MP3 player,
kamera digital dan perangkat portabel lainnya.
c. Pemakaian fuel cell pada rumah tangga untuk pembangkit tenaga listrik.
d. Digunakan sebagai sumber energi listrik pada mobil.
e. Digunakan pada alat transportasi massal, seperti pada bis dan kereta api.
22
Penerapan fuel cell untuk skala rumah tangga sudah mulai diterapkan sejak
tahun 2005 yang lalu. Di Jepang sendiri sudah terpasang sekitar 600 fuel cell skala
rumah tangga. Dengan adanya pemakaian fuel cell pada rumah tangga, maka
sudah tidak diperlukannya lagi kabel pengalir listrik (dari pembangkit listrik ke
rumah), sehingga loss dayanya menjadi nol. Selain itu, bila panas yang dihasilkan
bisa dimanfaatkan lagi, salah satunya untuk memanaskan air. Dengan koordinasi
seperti ini, maka tingkat efisiensi pemanfaatan energi fuel cell bisa mencapai 80%.
Jenis fuel cell yang banyak digunakan pada perangkat elektronik mobile
adalah DMFC (Direct Methanol Fuel Cell). DMFC merupakan salah satu jenis
PMFC, dengan methanol sebagai bahan bakarnya. Keunggulan dari DMFC ini,
terletak pada methanol. Berbeda dengan hidrogen, yang sangat sulit untuk dibawa
kemana-mana, methanol dapat disimpan dalam botol plastik sehingga dapat
dibawa ketika bepergian. Namun, ada sisi negatif dari methanol, yaitu merupakan
zat yang berbahaya. Sehingga penggunaan methanol diperlukan kehati-hatian
tinggi. Mengingat methanol cukup berbahaya bagi manusia, maka saat ini sedang
dicari alternatif lainnya seperti ethanol atau NaBH4 (yang dikembangkan oleh
Millennium Cell Corp). (Thomas, 2008).