Pages

Jumat, 17 Juli 2009

Fuel Cell

1. Pengertian Sel Pembakaran
Fuel Cell atau sel pembakaran adalah sebuah perangkat elektrokimia yang
mengubah energi kimia ke energi listrik secara kontinyu. Pada sebuah baterai
biasa, energi kimia yang diubah oleh sebuah sel adalah tetap. Jika bahan bakar
(fuel) dan oksidan di baterai telah habis, maka baterai tersebut harus diganti atau
diisi ulang (recharge). Perbedaan mendasar sebuah sel bahan bakar dengan baterai
biasa ditentukan dengan supply bahan bakar (oksidan) ke dalam sel. Pada sel
bahan bakar, energi dipasok terus menerus. Hal ini sama dengan sebuah mesin
yang memerlukan bahan bakar untuk mengubah dari energi kimia menjadi energi
mekanik. Sedangkan pada sel bahan bakar, energi yang dihasilkan langsung
menjadi energi listrik. (Wahyu Hidayat, 2007).
Batere dan sel pembakaran (fuel cell) adalah sistem dimana energi kimia
yang disimpan dalam sistem diubah menjadi energi listrik secara langsung.
Karena pada sistem ini perubahan energi tidak melewati energi panas, dan tidak
dibatasi dengan efisiensi siklus mesin kalor serta dapat balik secara eksternal.

2. Prinsip Kerja Sel Pembakaran
Pada prinsipnya, sel pembakaran berlandaskan reaksi kimia sebagai
berikut :
Bahan bakar + O2 Oksida + energi listrik
2
Elemen inti dari sebuah sel pembakaran adalah bahan bakar, oksida,
elektrolit, dan dua buah elektroda. Skema sel pembakaran seperti yang terlihat
pada gambar berikut.
Reaksi kimia yang terjadi pada fuel cell :
Anoda : 2H2 ¾¾® 4H+ + 4e-
Katoda : 4e- + 4H+ + O2 ¾¾® 2H2O
Sebuah sel bahan bakar bekerja dengan prinsip sebagai berikut. Dua buah
elektrode karbon yang tercelup dalam larutan elektrolit (dalam hal ini asam) dan
dipisahkan dengan sebuah pemisah gas. Bahan bakar, dalam hal ini hidrogen,
digelembungkan melewati permukaan satu elektrode melewati elektrode lainnya.
Ketika kedua elektrode dihubungkan dengan beban luar, beberapa hal akan terjadi
terjadi yaitu :
a. Hidrogen menempel pada permukaan katalitik elektrode, membentuk ionion
hidrogen dan elektron-elektron.
b. Ion-ion hidrogen (H+) bermigrasi melewati elektrolit dan pemisah gas ke
permukaan katalitik elektrode oksigen.
c. Secara simultan, elektron-elektron bergerak melewati lintasan luar (external
circuit) pada permukaan katalitik yang sama.
d. Oksigen, ion-ion hidrogen, dan elektron bersatu pada permukaan elektrode
membentuk air(H2O).
Bagian terpenting pada fuel cell adalah 2 lapis elektroda dan elektrolit.
Elektrolit disini adalah zat yang akan membiarkan ion lewat, namun tidak halnya
dengan elektron.
Pada anoda, H2 dialirkan, kemudian platina (Pt) yang terkandung pada
pada anoda akan bekerja sebagai katalis, yang kemudian akan “mengambil”
elektron dari atom hidrogen. Kemudian, ion H+ yang terbentuk akan melewati
elektrolit, sedangkan elektron tetap tertinggal di anoda. Pada katoda, oksigen
dialirkan. Kemudian, ion H+ yang melewati elektrolit akan berikatan dengan
oksigen menghasilkan air dengan bantuan platina yang terkandung pada katoda
sebagai katalis. Reaksi ini akan berlangsung jika ada elektron. Pada anoda,
elektron tertinggal, sedangkan pada katoda membutuhkan elektron. Sehingga, jika
anoda dan katoda dihubungkan maka elektron akan mengalir. Hal ini lah yang
menjadi prinsip dasar dari fuel cell.
Bahan pembakar yang lebih reaktif adalah yang dapat digunakan atau
dapat dioksidasi pada suhu yang lebih rendah. Hidrogen atau bahan pembakar
yang menghasilkan hidrogen secara langsung dapat dioksidasi pada suhu rendah.
Bahan pembakar elektrolit dapat menggunakan minyak alam. Keuntungannya
adalah harganya murah, tetapi minyak alam hanya dapat dioksidasi pada suhu
yang tinggi.
Pemilihan macam bahan pembakaran tergantung pada keseimbangan
antara kemudahan reaksi dan biaya keseluruhan pada proses produksi listrik.
Elektrolit cair yan lazim digunakan adalah larutan alkalin (KOH).
Sedangkan bahan elektrolit lumer antara lain : Li2CO3, Na2CO3, K2CO3 dan
CaCO3.
Bahan-bahan elektrolit padat antara lain : ZrO2 dengan tambahan CaO atau
Y2O3. Elektroda harus dipilih dengan kriteria : mempunyai konduktivitas yang
tinggi. Hal ini diharapkan agar pergerakan ion setinggi mungkin, seimbang
dengan aliran elektron pada reaksi secara keseluruhan.
Jika sifat katalis dari elektroda tidak efisien, maka perlu menggunakan
bahan lain utnuk katalisator yang bertujuan mengaktifkan permukaan elektroda.
Pemilihan bahan lain tersebut tergantung dari bahan pembakar pada anoda dan
oksida pada katoda. (Muhaimin, 1993).
Satu unit sel bahan bakar yang terdiri atas 2 lembar Elektroda, Pt dan
elektrolit disebut sel tunggal. Tegangan yang diperoleh dari 1 buah sel tunggal ini
berkisar 1 volt, sama dengan sel kering. Untuk mampu menghasilkan tegangan
yang lebih tinggi (yang dinginkan), maka sel tersebut bisa disusun secara seri /
paralel. Kumpulan dari banyak sel tunggal ini disebut stack. Untuk membuat
stack, selain dibutuhkan single sel tunggal, juga diperlukan sel seperator.
Agar bisa digunakan pada telepon seluler, diperlukan beberapa single cell.
Sedangkan untuk penggunaan rumah tangga diperlukan 20 lebih dan untuk mobil
diperlukan 200 lebih single cell. Sehingga elektroda Pt, elektrolit, dan sel
separator yang dibutuhkan ikut meningkat.
3. Jenis-Jenis Sel Pembakaran
Berdasarkan atas perbedaan elektrolit yang digunakan, fuel cell dapat
dibagi menjadi 4 tipe. Keempat tipe tersebut, suhu dan skala energi yang
dihasilkan pun berbeda.
Empat tipe tersebut bisa dipisah menjadi 2, yaitu yang bekerja pada suhu
tinggi (dua tipe) dan pada suhu rendah (2 tipe), antara lain :
a. Tipe pada suhu tinggi adalah MCFC (Molten Carbonate Fuel Cell) dan
SOFC (Solid Oxide Fuel Cell). Kedua tipe ini berkerja pada suhu 500-
1000°C. Pada suhu tinggi, reaksi bisa berlangsung cepat, sehingga tidak
diperlukan katalis (Pt). Namun, pada suhu tinggi diperlukan bahan yang
mempunyai durabilitas bagus dan tahan terhadap korosi. MCFC bekerja
pada suhu 650°C, dan elektrolit yang digunakan adalah garam karbonat
(Li2CO3, K2CO3) dalam bentuk larutan. Sedangkan SOFC bekerja pada
suhu 1000°C, dengan keramik padat (misal, ZrO2) sebagai elektrolitnya.
MCFC dan SOFC sendiri hingga saat ini masih tahap lab, dan belum
dikomersilkan. Diharapkan di masa depan bisa diterapkan dalan skala
besar. Dan apabila teknologi dimana suhu kerja bisa diturunkan
berkembang, kemungkin kedua fuel cell tipe ini bisa diterapkan dalam
skala rumah tangga.
b. Sedangkan untuk tipe suhu rendah adalah PAFC (Phosphoric acid Fuel
Cell) dan PEFC (Proton Exchange Membrane Fuel Cell). Pada kedua tipe
ini, berkerja pada suhu dibawah 200°C. Keunggulan pada tipe ini adalah
waktu untuk mengaktifkannya cukup cepat dan bisa diterapkan dalam
skala kecil. Namun, karena memerlukan Pt, yang harganya cukup mahal,
sebagai elektroda, maka biayanya pun menjadi mahal. PAFC bekerja pada
suhu 200°C, dan asam fosfat (H3PO4) sebagai elektrolitnya. Ditemukan
pada tahun 1967, dan sejak tahun 1980-an, khususnya di Jepang dan
Amerika, mulai dipergunakan pada hotel, rumah sakit, dan tempat lainnya.
Diantara 4 tipe fuel cell, tipe inilah yang paling cepat untuk
dikomersialkan. PEFC bekerja pada suhu dibawah 100°C, membran
polimer sebagai elektrolitnya. Karena menggunakan lapisan tipis membran
6
polimer, ukuran secara kesulurahan sangatlah kecil. Dewasa ini,
penggunaan fuel cell tipe ini sudah cukup luas digunakan, mulai dari mobil
hingga telepon seluler.
Jenis fuel cell ditentukan oleh material yang digunakan sebagai elektrolit
yang mampu menghantar proton. Pada saat ini ada beberapa jenis fuel cell, yaitu:
a. Alkaline Fuel Cell (AFC)
b. Phosphoric Acid Fuel Cell (PAFC)
c. Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)
d. Proton Exchange Membrane, juga disebut dengan Proton Electrolyt
Membrane (PEM)
e. Direct Methanol Fuel Cells (DMFC)
f. Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC)
g. Biofuel Cell
h. Microbial Fuel Cell
4. Kelebihan dan Kelemahan Sel Pembakaran
Kelebihan Sel Pembakaran
1 Tidak Mengeluarkan Emisi Berbahaya (Zero Emission)
Sebuah sistem fuel cell hanya akan mengeluarkan uap air apabila memakai
hidrogen murni. Tetapi, ketika memakai hidrogen hasil dari reforming
hidrokarbon / fosil (misalnya batu bara dan gas alam), maka harus dilakukan uji
emisi untuk menentukan apakah sistem tersebut masih dapat dikategorikan zero
emission. Menurut standar yang dikeluarkan United Technologies Corporation
(UTC) pada tahun 2002, maka sebuah sistem fuel cell dapat dikategorikan zero
emission ketika mengeluarkan emisi pencemar udara yang sangat rendah, dengan
kriteria NOx ≤ 1 ppm, SO2 ≤ 1 ppm, CO2 ≤ 2 ppm.
2 Efisiensi yang Tinggi (High Efficiency)
Oleh sebab fuel cell tidak menggunakan proses pembakaran dalam
konversi energi, maka efisiensinya tidak dibatasi oleh batas maksimum temperatur
operasional (tidak dibatasi oleh efisiensi siklus Carnot). Hasilnya, efisiensi
konversi energi pada fuel cell melalui reaksi elektrokimia lebih tinggi
dibandingkan efisiensi konversi energi pada mesin kalor (konvensional) yang
melalui reaksi pembakaran.
3 Cepat Mengikuti Perubahan Pembebanan (Rapid Load Following)
Fuel cell memperlihatkan karakteristik yang baik dalam mengikuti
perubahan beban. Sistem Fuel cell yang menggunakan hidrogen murni dan
digunakan pada sebagian besar peralatan mekanik (misalnya motor listrik)
memiliki kemampuan untuk merespon perubahan pembebanan dengan cepat.
4 Temperatur Operasional Rendah
Sistem fuel cell sangat baik diaplikasikan pada industri otomotif yang
beroperasi pada temperatur rendah. Keuntungannya adalah fuel cell hanya
memerlukan sedikit waktu pemanasan (warmup time), resiko operasional pada
temperatur tinggi dikurangi, dan efisiensi termodinamik dari reaksi elektrokimia
lebih baik
5 Reduksi Transformasi Energi
Ketika fuel cell digunakan untuk menghasilkan energi listrik, maka fuel
cell hanya membutuhkan sedikit transformasi energi, yaitu dari energi kimia
menjadi energi listrik. Bandingkan dengan mesin kalor yang harus mengubah
energi kimia menjadi energi panas kemudian menjadi energi mekanik yang akan
memutar generator untuk menghasilkan energi listrik. Fuel cell yang diaplikasikan
untuk menggerakkan motor listrik memiliki jumlah transformasi energi yang sama
dengan mesin kalor, tetapi transformasi energi pada fuel cell memiliki efisiensi
yang lebih tinggi.
2 Kelemahan Sel Pembakaran
1 Hidrogen yang Sulit Diproduksi
Hidrogen sulit untuk diproduksi dan disimpan. Saat ini proses produksi
hidrogen masih sangat mahal dan membutuhkan input energi yang besar, artinya
efisiensi produksi hidrogen masih rendah. Untuk mengatasi kesulitan ini, banyak
20
negara menggunakan teknologi reforming hidrokarbon / fosil untuk memperoleh
hidrogen. Tetapi, cara ini hanya digunakan dalam masa transisi untuk menuju
produksi hidrogen dari air yang efisien.
2 Sensitif pada Kontaminasi Zat Asing
Sel bahan bakar membutuhkan hidrogen murni, bebas dari kontaminasi zat
asing. Zat asing yang meliputi sulfur dan campuran senyawa karbon dapat
menonaktifkan katalisator dalam sel pembakaran dan secara efektif akan
menghancurkannya. Pada mesin kalor, pembakaran dalam (internal combustion
engine), masuknya zat asing tersebut tidak menghalangi konversi energi melalui
proses pembakaran.
3 Harga Katalisator Platinum yang Mahal
Sel pembakaran yang diaplikasikan pada industri otomotif memerlukan
katalisator yang berupa Platinum untuk membantu reaksi pembangkitan listrik.
Platinum adalah logam yang jarang ditemui dan sangat mahal. Berdasarkan survei
geologis ahli USA, total cadangan logam platinum di dunia hanya sekitar 100 juta
kg (Bruce Tonn and Das Sujit, 2001). Dan pada saat ini, diperkirakan teknologi
sel bahan bakar berkapasitas 50 kW memerlukan 100 gram platinum sebagai
katalisator (DEO, 2000). Misalkan penerapan teknologi sel bahan bakar berjalan
baik (meliputi penghematan pemakaian platinum pada sel bahan bakar,
pertumbuhan pasar sel bahan bakar rendah, dan permintaan platinum rendah)
maka sebelum tahun 2030 diperkirakan sudah tidak ada lagi logam platinum
(Anna Monis Shipley and R. Neal Elliott, 2004). Untuk itulah diperlukan
penelitian untuk menemukan jenis katalisator alternatif yang memiliki
kemampuan mirip katalisator dari platinum.
4 Pembekuan
Selama beroperasi, sistem sel bahan bakar menghasilkan panas yang dapat
berguna untuk mencegah pembekuan pada temperatur normal lingkungan. Tetapi,
jika temperatur lingkungan terlampau sangat dingin (-10 s.d. -20°C), maka air
21
murni yang dihasilkan akan membeku di dalam sel bahan baker dan kondisi ini
akan dapat merusak membran sel bahan bakar (David Keenan, 10/01/2004).
Untuk itu harus didesain sebuah sistem yang dapat menjaga sel bahan bakar tetap
berada dalam kondisi temperatur operasi normal.
5 Memerlukan Teknologi Tinggi dan Baru
Perlu dikembangkan beberapa material alternatif dan metode konstruksi
yang baru sehingga dapat mereduksi biaya pembuatan sistem fuel cell. Diharapkan
dimasa depan dapat dihasilkan sebuah sistem fuel cell yang lebih kompetitif
dibandingkan mesin bakar / otomotif konvensional dan sistem pembangkit listrik
konvensional. Teknologi baru tersebut akan mampu menghasilkan reduksi biaya,
reduksi berat dan ukuran, sejalan dengan meningkatnya kehandalan dan umur
operasi (lifetime) sistem fuel cell.
Penggunaan sistem fuel cell dalam industri otomotif minimal harus
memiliki umur operasi 4.000 jam (ekivalen 100.000 mil pada kecepatan 25 mil
per jam) dan dalam industri pembangkit listrik minimal harus memiliki umur
operasi 40.000 jam (Matthew M. Mench, 24/05/2001).
6 Ketiadaan Infrastruktur
Infrastruktur produksi hidrogen yang efektif belum tersedia. Tersedianya
teknologi manufaktur dan produksi massal yang handal merupakan kunci penting
usaha komersialisasi sistem fuel cell. (Thomas, 2008).
5 Pemanfaatan Sel Pembakaran Saat Ini dan Masa Datang
Secara umum, pemanfaatan sel bahan bakar antara lain :
a. Sebagai pembangkit tenaga listrik.
b. Dikembangkan sebagai batere pada handphone, laptop, MP3 player,
kamera digital dan perangkat portabel lainnya.
c. Pemakaian fuel cell pada rumah tangga untuk pembangkit tenaga listrik.
d. Digunakan sebagai sumber energi listrik pada mobil.
e. Digunakan pada alat transportasi massal, seperti pada bis dan kereta api.
22
Penerapan fuel cell untuk skala rumah tangga sudah mulai diterapkan sejak
tahun 2005 yang lalu. Di Jepang sendiri sudah terpasang sekitar 600 fuel cell skala
rumah tangga. Dengan adanya pemakaian fuel cell pada rumah tangga, maka
sudah tidak diperlukannya lagi kabel pengalir listrik (dari pembangkit listrik ke
rumah), sehingga loss dayanya menjadi nol. Selain itu, bila panas yang dihasilkan
bisa dimanfaatkan lagi, salah satunya untuk memanaskan air. Dengan koordinasi
seperti ini, maka tingkat efisiensi pemanfaatan energi fuel cell bisa mencapai 80%.
Jenis fuel cell yang banyak digunakan pada perangkat elektronik mobile
adalah DMFC (Direct Methanol Fuel Cell). DMFC merupakan salah satu jenis
PMFC, dengan methanol sebagai bahan bakarnya. Keunggulan dari DMFC ini,
terletak pada methanol. Berbeda dengan hidrogen, yang sangat sulit untuk dibawa
kemana-mana, methanol dapat disimpan dalam botol plastik sehingga dapat
dibawa ketika bepergian. Namun, ada sisi negatif dari methanol, yaitu merupakan
zat yang berbahaya. Sehingga penggunaan methanol diperlukan kehati-hatian
tinggi. Mengingat methanol cukup berbahaya bagi manusia, maka saat ini sedang
dicari alternatif lainnya seperti ethanol atau NaBH4 (yang dikembangkan oleh
Millennium Cell Corp). (Thomas, 2008).
Readmore »

Termoelektrik dan Termionik

1. Pengertian Termoelektrik
Prinsip kerja dari Termoelektrik adalah dengan berdasarkan Efek Seebeck yaitu “jika 2 buah logam yang berbeda disambungkan salah satu ujunganya, kemudian diberikan suhu yang berbeda pada sambungan, maka terjadi perbedaan tegangan pada ujung yang satu dengan ujung yang lain”.( Muhaimin, 1993).
Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua logam tersebut lalu diletakkan jarum kompas. Ketika sisi logam tersebut dipanaskan, jarum kompas ternyata bergerak. Belakangan diketahui, hal ini terjadi karena aliran listrik yang terjadi pada logam menimbulkan medan magnet. Medan magnet inilah yang menggerakkan jarum kompas. Fenomena tersebut kemudian dikenal dengan efek Seebeck.
Penemuan Seebeck ini memberikan inspirasi pada Jean Charles Peltier untuk melihat kebalikan dari fenomena tersebut. Dia mengalirkan listrik pada dua buah logam yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan yang terjadi pada tahun 1934 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier. Efek Seebeck dan Peltier inilah yang kemudian menjadi dasar pengembangan teknologi termoelektrik.

Banyak aplikasi lain penggunaan energi termoelektrik yang sedang dikembangkan saat ini, seperti pemanfaatan perbedaan panas di dasar laut dan darat, atau pemanfaatan panas bumi. Kesulitan terbesar dalam pengembangan energi ini adalah mencari material termoelektrik yang memiliki efisiensi konversi energi yang tinggi. Parameter material termoelektrik dilihat dari besar figure of merit suatu material. Idealnya, material termoelektrik memiliki konduktivitas listrik tinggi dan konduktivitas panas yang rendah. Namun kenyataannya sangat sulit mendapatkan material seperti ini, karena umumnya jika konduktivitas listrik suatu material tinggi, konduktivitas panasnya pun akan tinggi.
Material yang banyak digunakan saat ini adalah Bi 2 Te 3, PbTe, dan SiGe. Saat ini Bi2 Te3 memiliki figure of merit tertinggi. Namun, karena terurai dan teroksidasi pada suhu di atas 500 oC, pemakaiannya masih terbatas. Rendahnya figure of merit ini menyebabkan rendahnya efisiensi konversi yang dihasilkan, di mana saat ini efisiensinya masih berkisar di bawah 10 persen. Nilai ini masih berkurang sampai 5 persen setelah menjadi sebuah sistem pembangkit listrik. Masih cukup jauh dibandingkan dengan solar cell yang sudah mencapai 15 persen. Namun, penelitian ini masih terus berkembang, apalagi setelah Yamaha Co Ltd berhasil menaikkan figure of merit sebesar 40 persen dari yang ada selama ini. Setelah itu, perkembangan termoelektrik tidak diketahui dengan jelas sampai kemudian dilanjutkan oleh WW Coblenz pada tahun 1913 yang menggunakan tembaga dan constantan (campuran nikel dan tembaga). Dengan efisiensi konversi sebesar 0,008 persen, sistem yang dibuatnya itu berhasil membangkitkan listrik sebesar 0,6 mW. AF Ioffe melanjutkan lagi dengan bahan-bahan semikonduktor dari golongan II-V, IV-VI, V-VI yang saat itu mulai berkembang. Hasilnya cukup mengejutkan, di mana efisiensinya meningkat menjadi 4 persen. Ioffe melakukan satu lompatan besar di mana ia berhasil menyempurnakan teori yang berhubungan dengan material termoelektrik. Teori itu dibukukan tahun 1956 yang kemudian menjadi rujukan para peneliti hingga saat ini.
Penelitian termoelektrik muncul kembali tahun 1990-an setelah sempat menghilang hampir lima dasawarsa karena efisiensi konversi yang tidak bertambah. Setidaknya ada tiga alasan yang mendukung kemunculan tersebut. Pertama, ada harapan besar ditemukannya material termoelektrik dengan efisiensi yang tinggi, yaitu sejak ditemukannya material superkonduktor High-Tc pada awal tahun 1986 dari bahan yang selama ini tidak diduga (ceramic material). Kedua, sejak awal 1980-an, teknologi material berkembang pesat dengan kemampuan menyusun material tersebut dalam level nano. Teknologi analisis dengan XPS, UPS, STM juga memudahkan analisis struktur material. Ketiga, pada awal tahun 1990, tuntutan dunia tentang teknologi yang ramah lingkungan sangat besar. Ini memberikan imbas kepada teknologi termoelektrik sebagai sumber energi alternatif.(Asyafe,2008). Teknologi termoelektrik bekerja dengan mengonversi energi panas menjadi listrik secara langsung (generator termoelektrik), atau sebaliknya, dari listrik menghasilkan dingin (pendingin termoelektrik). Untuk menghasilkan listrik, material termoelektrik cukup diletakkan sedemikian rupa dalam rangkaian yang menghubungkan sumber panas dan dingin. Dari rangkaian itu akan dihasilkan sejumlah listrik sesuai dengan jenis bahan yang dipakai. Kerja pendingin termoelektrik pun tidak jauh berbeda. Jika material termoelektrik dialiri listrik, panas yang ada di sekitarnya akan terserap. Dengan demikian, untuk mendinginkan udara, tidak diperlukan kompresor pendingin seperti halnya di mesin-mesin pendingin konvensional.
Untuk keperluan pembangkitan lisrik tersebut umumnya bahan yang digunakan adalah bahan semikonduktor. Semikonduktor adalah bahan yang mampu menghantarkan arus listrik namun tidak sempurna. Semikonduktor yang digunakan adalah semikomduktor tipe n dan tipe p. Bahan semikonduktor yang digunakan adalah bahan semikonduktor ekstrinsik. Persoalan untuk Termoelektrik adalah untuk mendapatkan bahan yang mampu bekerja pada suhu tinggi.
Terdapat tiga sifat bahan Termoelektrik yang penting, yaitu :
1. Koefisien Seebeck(s)
2. Konduktifitas panas(k)
3. Resistivitas( )

2. Pemanfaatan Termo Elektrik
Pemanfaatan teknologi Termoelektrik antara lain:
1. Pembangkit daya (Power generation)
Sampai saat ini pembangkitan listrik dari sumber panas harus melalui beberapa tahap proses. Bahan bakar fosil akan menghasilkan putaran turbin apabila dibakar dengan tekanan yang sangat tinggi. Hasil putaran turbin tersebut akan dipakai untuk memproduksi tenaga listrik. Kira-kira 90 persen energi listrik dunia yang berasal dari sumber panas masih memakai cara ini. Sehingga efisiensi energi masih sangat rendah akibat beberapa kali proses konversi. Panas yang dihasilkan banyak yang dilepas atau terbuang percuma. Apabila proses konversi ini dapat diubah, efisiensi energi akan menjadi lebih besar karena listrik bisa didapatkan langsung dari sumber panas tanpa melalui beberapa kali tahap konversi.
Namun, beberapa pembangkit tenaga listrik sudah menggunakan metode yang dikenal sebagai cogeneration di mana di samping tenaga listrik yang dihasilkan, panas yang dihasilkan selama proses ini digunakan untuk tujuan alternatif. Dengan menggunakan Termoelekrik, panas yang dihasilkan selama proses yang alami pembangkit akan diubah menjadi listrik, sehingga panas yang dihasilkan tidak terbuang secara percuma dan energi yang dihasilkan oleh pembangkit menjadi lebih besar, serta efisiensi energi menjadi lebih tinggi. Termoelektrik juga mengkin dapat digunakan pada sistem solar thermal energy.(Wikipedia, 2009)

2. Kendaraaan bermotor
Saat ini untuk meningkatkan efisiensi dari kendaraan bermotor, dilakukan berbagai macam usaha atau teknologi yang dikembangkan, saat ini sedang popular adalah system hybrid. Pada system hybrid pada kendaraan bermotor adalah gabungan system kendaran bermotor dengan mesin pembakaran dalam dan dengan motor listrik. Energi listrik untuk menggerakn motor listrik diperoleh dari altenantor dan juga dynamic brake, dimana energy gerak (putaran) diubah menjadi energy listrik. Keuntungan dari kendaraan hybrid adalah bahwa kendaraan hybrid dapat mengurangi konsumsi bahan bakar melalui 3 mekanisme yakni
a) Pengurangan energi terbuang selama kondisi ‘idle” atau keluaran rendah, dan biasanya mesin motor bakardalam keadaan mati.
b) Pengurangan ukuran dan tenaga mesin motor bakar, dalam hal kekurangan tenaga akan dipenuhi oleh motor listrik,
c) Menyerap energi yang terbuang.
Sementara energy panas yang dibuang belum dimanfaatkan untuk system Hybrid ini. Muncullah suatu konsep memanfaatan energy panas yang terbuang pada kendaraan bermotor yang akan dijadikan energy listrik. Konsep yang digunakan adalah konsep Seebeck. Apabila terdapat dua sumber temperatur yang berbeda pada dua material semi konduktor makan akan mengalir arus listrik pada material tersebut. Konsep ini lebih dikenal dengan pembangkit termoelektrik.
Dengan menggunakan Teknologi Termoelektrik ini apabila diterapkan pada kendaraan bermotor dimana gas buang pada mesin motor bakar berkisar antara 200-300oC sementara temperatur lingkungan bekisar antara 30-35 oC maka dengan adanya beda temperatur ini akan diperoleh gaya gerak listrik yang kemudian dapat digunakan untuk menggerakan motor listrik atau disimpan di dalam batere. Apabila dapat diterapkan di kendaraan hybrid maka konsumsi bahan bakar pada kendaraan bermotor akan semakin hemat.
Kombinasi ketiga keuntungan hybrid bisa diterapkan pada kendaraan sehingga mesin menjadi lebih kecil, ringan, dan lebih efisien dibanding kendaraan konvensional. Dengan demikian diharapkan dapat mengurangi konsumsi bahan bakar pada kendaraan bermotor lebih banyak lagi karena batere pada kendaraan dimana berfungsi sebagai sumber utama energy motor listrik akan selalu penuh karena mendapat suplai dari pembangkit thermoelektrik. Dengan berkurangnya konsumsi bahan bakar maka dapat pula mengurangi emisi gas buang ke lingkungan.( Koestoer, 2008).

3. Mesin Pendingin
Termoelektrik sebagai pendingin dibuat menjadi sebuah modul semikonduktor yang jika dialiri arus listrik DC maka kedua sisi modul termoelektrik ini akan mengalami panas dan dingin. Sisi dingin inilah yang dimanfaatkan sebagai pendingin produk. Dalam bidang kedokteran dan kesehatan, ketersediaan darah sangat dibutuhkan oleh pasien untuk proses penyembuhannya. Seperti pasien yang mengalami kecelakaan, melahirkan, dioperasi atau yang memiliki penyakit berat lainnya setidaknya membutuhkan darah minimal 1000 – 1500 mL. Darah yang tersedia hasil donor dari orang sehat sekitar 250 – 300 mL disimpan dalam labu plastik dan harus dijaga agar tidak rusak. Darah harus disimpan pada kondisi temperatur tertentu agar sel darah mengalami proses metabolisme yang minimal sehingga tidak mengalami kerusakan dan dapat digunakan untuk jangka waktu yang cukup lama. Untuk menjawab permasalahan di atas maka diperlukan suatu tempat penyimpan darah (carrier) hasil donor yang kondisinya dijaga pada suhu 1 - 6 ºC sehingga bisa digunakan sampai 28 hari ke depan. Adapun solusi yang ditawarkan adalah membuat suatu kotak penyimpan darah portabel yang temperaturnya dijaga konstan. Teknologi termoelektrik memungkinkan untuk mendinginkan darah dalam kapasitas kecil. Sisi dingin pada modul termoelektrik digunakan untuk mendinginkan darah pada suhu yang diinginkan. Untuk menjaga agar suhunya konstan maka biasanya digunakan alat kontrol termostat. Dalam merancang sistem ini, langkah awalnya adalah merencanakan disain konstruksi kotak penyimpan darah beserta sistem kontrol dan kelistrikan. Langkah selanjutnya melakukan perhitungan beban pendinginan yang meliputi beban pendinginan darah, beban kalor konduksi dinding, beban infiltrasi dan beban yang ditimbulkan oleh peralatan listrik. Semua beban dijumlah total sebagai beban kalor yang harus didinginkan oleh modul termoelektrik. Pemilihan spesifikasi modul termoelektrik didasarkan pada beban kalor, beda suhu dan parameter listrik yang digunakan. Kelebihan sistem pendingin termoelektrik adalah tidak berisik, mudah perawatan, ramah lingkungan dan tidak memerlukan banyak komponen tambahan. Selain itu manfaat lain dari termoelektrik sebagai mesin pendingin adalah dapa mengurangi polusi udara. Hydrochlorofluorocarbons (HCFCs) dan chlorofluorocarbons (CFC) dikenal sebagai ozone depleting substances (ODSs), yaitu substansi yang meyebabkan penipisan lapisan ozon merupakan zat yang sudah lama dipakai dalam mesin pendingin. Namun, baru-baru ini telah diterbitkan regulasi mengenai penggunaan zat-zat tersebut dalam mesin pendingin, sehingga mesin pendingin berteknologi termoelektrik menjadi solusi cerdas dalam masalah ini. Dengan teknologi ini dapat mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya seperti itu dan mungkin akan berjalan lebih tenang (karena mereka tidak memerlukan bising Kompresor). (Tellurex, 2008)
Keunggulan dari teknologi termoelektrik pada mesin pendingin dari teknologi lainnya adalahi:
a) Pendingin Termoelektrik tidak memiliki bagian yang bergerak, dan karena itu kebutuhan pemeliharaan tidak terlalu penting.
b) Pengujian ketahanan telah menunjukkan kemampuan perangkat untuk thermoelectric melebihi 100.000 jam operasi yang stabil di berbagai negara.
c) Temperatur kontrol dari masing-masing bagian dapat dijaga menggunakan perangkat thermoelectric dan dukungan yang sesuai dari circuit..
d) Fungsi dari Pendingin Termoelektrik dalam lingkungan yang terlalu parah, terlalu sensitif, atau terlalu kecil untuk pendinginan konvensional.
e) Pendingin Termoelektrik tidak bergantung pada posisi.
f) Arah panas pemompaan dalam sistem thermoelectric sepenuhnya dapat dibatalkan. dengan mengubah polaritas dari DC power supply menyebabkan panas yang akan dipompa ke arah-yang dingin kemudian dapat menjadi panas
3. Konverter Termionik
Pembangkit listrik dengan termionik adalah mengubah energi panas menjadi energi listrik dengan menggunakan emisi termionik. Emisi termionik adalah terlepasnya electron dari permukaan logam yang lebih panas ke permukaan logam lainnya yang dipanasi bersama sama. Emosi Termionik juga dikenal sebagai “Emisi Thermal Elektron”. Proses ini sangat penting dalam pengoperasian berbagai perangkat elektronik dan dapat digunakan untuk pembangkit daya atau pendinginan
Elektron electron bebas dari emitter mempunyai energy yang seimbang dengan level ferminya. Elektron elektron ini dapat meninggalkan katoda, jumlah dari energy panas yang disuplai padanya akan sama dengan fungsi kerja katoda Ø c. Elektron-elekron yang diemisikan akan menuju ke arah kolektor (anoda), dengan kerugian energy yang kecil. Pada anoda, elektron elektron yang diserap akan membangkitkan energi Ø a dalam bentuk panas, hal ini menaikkan level Fermi dari anoda, Karena Ø a < Ø c maka selisihnya (Ø c - Ø a) dapat ditranformasikan menjadi energy listrik. Bahan katoda hendaknya mempunyai kemampuan emisi yang cukup pada suhu kerja, mempunyai konduktifitas listrik maupun konduktifitas panas yang tinggi dan stabil terhadap pengaruh kimia. Bahan yang relative memenuhi syarat di atas antara lain: W,Mo, dan Ta yang permukaannya dilapisi Ce untuk menghindari penguapan dan mendapatkan emisi yang lebih baik pada suhu sekitar 2000° C. Bahan bahan lainnya adalah Barium Oksida, Uranium Karbida yang dicampur dengan Stontium dan Calsium Oksida. Bahan bahan yang digunakan sebagai anoda harus memenuhi syarat: kemampuan emisi ternyata rendah, restistivitas rendah, sifat kimia maupun mekanismenya baik. Bahan bahan yang digunakan untuk anoda antara lain: Cu, Ni, Ag yang dilapisi Ce. ( Muhaimin, 1993). 4. Pemanfaatan Konverter Termionik Pemanfaatan dari teknologi Termionik dapat dilihat pada diode, pada pembangkit listrik tenaga nuklir untuk keperluan kapal ruang angkasa, rektor spektrum termionik, dan lain-lain. Pemanfaatan teknologi Termionik pada diode dapat dilihat pada Diode Termionik, dimana diode ini dapat mengkonversi perbedaan yang panas ke tenaga listrik secara langsung. Dan pada teknologi pembangkit listrik tenaga nuklir untuk keperluan kapal ruang angkasa dapat dilihat pada pemanfaatan dari panas yang terbuang dari pembangkit dengan mengkonversinya menjadi listrik.(Wikipedia, 2009).


Readmore »

Senin, 13 Juli 2009

Eyeshield 21



Eyeshield 21 (アイシールド21 ,Aishīrudo nijūichi) adalah judul manga dan anime karya Riichiro Inagaki dan Yuusuke Murata yang bercerita tentang seorang sekelompok murid SMA yang mengikuti kegiatan klub American football di sekolahnya. Eyeshield 21 pertama kali diterbitkan di Jepang oleh Shueisha dalam majalah Shonen Jump. Di Indonesia, manga ini diterbitkan oleh Elex Media Komputindo dan Real Comics. Eyeshield 21 terbitan Elex Media Komputindo sekarang baru mencapai volume 25. Manga Eyeshield 21 telah tamat pada chapter 333. Versi animenya diproduksi oleh NAS dan dianimasikan oleh Studio Gallop, tayang perdana di seluruh Jepang pada TV Tokyo dari 6 April 2005 dan berakhir pada 1 Maret 2008 dengan jumlah 145 episode. Anime disponsori oleh NFL Japan. Anime ini juga ditayangkan di Singapura(berlangganan), Taiwan dan Indonesia. Di Indonesia, Eyeshield 21 sendiri ditayangkan pertama kali oleh stasiun televisi swasta Global TV
Awal dari Eyeshield 21 menceritakan seputar seorang remaja laki-laki lemah bernama Sena Kobayakawa yang memasuki sekolah pilihannya, SMA Deimon, dimana juga merupakan sekolah teman masa kecilnya, Mamori Anezaki yang diterima tahun lalu. Kemampuan fisik Sena yang berada diatas rata-rata hanyalah berlari, dikarenakan saat kecil ia sering disuruh dan dikerjai teman sebayanya yang nakal untuk dibelikan ini itu dalam waktu singkat. Bakatnya itu ditemukan oleh kapten tim American football sekolah itu, Yoichi Hiruma. Ia menipu dan memaksa Sena yang polos itu hingga akhirnya bergabung dengan tim-nya yang saat itu hanya terdiri dari 2 orang, Deimon Devil Bats, dan ditempatkan pada posisi running back. Untuk melindungi identitasnya agar tidak direkrut klub lain karena kecepatannya, Sena juga berperan sebagai sekretaris klub, dan mengikuti pertandingan sambil mengenakan helm dengan pelindung mata berwarna hijau untuk menyembunyikan identitasnya, digunakanlah nama 'Eyeshield 21'.


Tim Devil Bats lalu mengikuti pertandingan turnamen musim semi, dengan harapan menang dengan 'senjata rahasia' baru mereka. Namun pada pertandingan kedua, mereka kalah telak melawan tim Oujou White Knights, sebuah tim kuat yang fokus pada pertahanan. Setelah pertandingan itu, Mamori yang overprotektif pada Sena dan belum mengetahui Sena adalah Eyeshield 21, akhirnya mengajukan diri menjadi manajer klub itu, untuk melindungi Sena dari ulah Hiruma sang kapten yang memang semena-mena dan licik, namun jenius.
Selang beberapa waktu, tibalah pertandingan yang tak kalah pentingnya yaitu turnamen musim gugur, dimana tim-tim yang bertanding berkesempatan bermain dalam 'Christmas Bowl', liga kejuaraan American Football seluruh SMA di Jepang. Hiruma, Kurita dan Sena perlahan-lahan membangun tim yang sesungguhnya dengan merekrut Tarou Raimon, seorang pemain baseball yang hanya ahli menangkap bola, dan 3 bersaudara Ha-Ha. Karakter lainnya perlahan-lahan bergabung dan para anggota Devil Bats sekarang juga seimbang dengan tim lawan.
Readmore »

Jenis-jenis pembangkit listrik


1. PLTA
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah pembangkit listrik yang mengandalkan energi potensial dan kinetik dari air untuk menghasilkan energi listrik. Energi listrik yang dibangkitkan dari ini biasa disebut sebagai hidroelektrik.
Bentuk utama dari pembangkit listrik jenis ini adalah motor yang dihubungkan ke turbin yang digerakkan oleh tenaga kinetik dari air. Namun, secara luas, pembangkit listrik tenaga air tidak hanya terbatas pada air dari sebuah waduk atau air terjun, melainkan juga meliputi pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air dalam bentuk lain seperti tenaga ombak.


2. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi adalah Pembangkit Listrik (Power generator) yang menggunakan Panas bumi (Geothermal) sebagai energi penggeraknya. Indonesia dikaruniai sumber panas bumi yang berlimpah karena banyaknya gunung berapi di indonesia, dari pulau-pulau besar yang ada, hanya pulau Kalimantan saja yang tidak mempunyai potensi panas bumi.
Untuk membangkitkan listrik dengan panas bumi dilakukan dengan mengebor tanah di daerah yang berpotensi panas bumi untuk membuat lubang gas panas yang akan dimanfaatkan untuk memanaskan ketel uap (boiler) sehingga uapnya bisa menggerakkan turbin uap yang tersambung ke Generator.

Untuk panas bumi yang mempunyai tekanan tinggi, dapat langsung memutar turbin generator, setelah uap yang keluar dibersihkan terlebih dahulu. Pembangkit listrik tenaga panas bumi termasuk sumber Energi terbaharui.
Readmore »